Untuk Tayo, The Little Bus.



Untuk Tayo

Dik Tayo yang ramah,
Perkenalkan, aku kakak jauhmu di Indonesia. Namaku Sugeng.

Kakak mau berbagi sedikit cerita perihal dunia perbusan di Indonesia, di trayek yang kakakmu lalui ini.

Dik Tayo, kalau di tempatmu sana kamu dan teman-temamu Rogi, Gani, serta Lani bisa ingah-ingih dan cengengas-cengenges mengaspal, di sini tidak bisa seperti itu, dik. Di sini jalanan lebih ruwet dan tantangannya lebih njelimet.

Kalau ukuran tugas berat buat kalian cuma sebatas bertukar trayek seperti di episode My Job's The Hardest, kakak juga setuju. Semua memang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tetapi di sini lebih dari itu, dik.

Jika kalian bisa berpindah jalur dengan "permisi boleh aku menyela?", dengan —tentu saja senyum ramah— maka di sini tidak cukup hanya dengan itu. Di sini harus sedikit memaksa, dik.

Ukuran kami lebih besar daripada kalian, dik. Untuk mendahului saja, kami kesulitan. Kami harus memasukkan dulu separuh badan kami untuk mendahului. Lalu memberi isyarat lampu sein.

Jika kendaraan di samping kami mengerti dan memahami, mereka akan melambat dan memberi jalan. Seringnya yang kami temui adalah kendaraan yang tidak mengerti, dik.

Mereka justru "menutup" celah untuk kami. Padahal di arah berlawanan sudah ada kendaraan lain, bahkan truk dengan muatan berat yang berusaha melambat agar kami bisa kembali masuk jalur.

Untuk itulah, kadang kami sedikit memaksa untuk kembali ke jalur dengan cara memepet kendaraan di sebelah kiri kami yang berusaha menutup celah.

Pun jika ada kendaraan yang ukurannya lebih kecil dari kami di lajur kanan yang tidak berusaha menepi saat kami sedang mendahului, kami akan mengintimidasi dengan mengambil lajur semakin ke kanan. Itu kami lakukan agar kami punya kesempatan untuk kembali masuk ke lajur kiri.

Jika tidak mau, dengan sangat terpaksa, sekali lagi sangat terpaksa, kami akan benar-benar memepet, jika kendaraan di depan kami semakin dekat dan kami "ora nyandak" untuk menghindar.

Dik Tayo, dengan tindakan seperti itu, bukan berarti kami kejam, ataupun jahat dik.

Tekanan kerja kami lebih berat, dik Tayo.

Kamu dan teman-temanmu, punya jam istirahat yang cukup, dik Tayo. Istirahat kami sedikit sekali. Untuk jarak tempuh Surabaya-Semarang yang jaraknya kurang lebih 750 km, ditempuh hampir 12 jam (jika lancar), lalu kami harus kembali lagi menuju Surabaya, dik. Istilahnya, putar balik.

Di Semarang, kami masih bisa istirahat paling lama 1 jam sebelum kembali ke Surabaya.

Di sana, kalian bisa nyanyi-nyanyi saat naik turun melewati pelangi. Kami di sini dik, harus berkeringat dingin dan ekstra hati-hati melewati hutan menuju ngawi, dik.

Kami harus berjibaku mendahului "tamiya-tamiya" ngeyel yang berjalan lambat dan susah didahului bahkan ada yang tak mau didahului.

Belum lagi, pengendara sepeda motor yang liarnya minta ampun. Muncul secara tiba-tiba dengan jurus "mak kluwer"-nya. Kadang melaju di tengah jalan dengan kecepatan nanggung. Kalian beruntung tidak menjumpai pengendara sepeda motor yang bikin senam jantung.

Sampai di sini dulu ya dik Tayo. Salam buat Rogi, Gani, dan Lani. Kalau kalian sudah cukup umur dan cukup berani, kakak temani melintasi jalur Ngawi.


Salam
Dari Kakak jauhmu



Sugeng Rahayu.

You Might Also Like

0 comments