Mengejar punai memanjat bukit
Melewati angin menyentuh awan
Semakin hari perut abang buncit
Menanti janda adek lama nian
***
Di kota lama menanti senja
Lewat perempuan berkaus biru
Sekeliling abang banyak wanita
Tetap janda adek yang abang tunggu
***
Sabtu malam gelap gulita
Ada gadis cantik penjual roti
Bilakah adik menjadi janda
Abang tunggu dengan senang hati
***
Mendayung sampan dekat dermaga
Senja pulang membawa teri
Jika adik sudah menjadi janda
Tolong abang segera dikabari
***
Sudah lama saya tidak mendengarkan lagu-lagu The Vines, dan malam ini saya coba dengarkan lagi, saya putar lagu-lagu band kampret yang vokalisnya bengal itu. Hahaha... masih asik juga ternyata. Band garage rock yang dibentuk di Sidney, Australia tahun 1994 yang (sekarang) beranggotakan Craig Nicholls vokalis gitaris, Tim John basis, dan Lachlan West drummer. Tinggal 3 ekor personilnya.
Craig Nicholls merupakan pentolan paling awet di band ini. Ya iyalah, dia itu ruh dari band yang beberapa kali ganti personil ini. Dia itu karakte band ini! tercatat 2 kali ganti bassis, dan 2 kali ganti drummer. Ya... saya tidak tahu pasti sebabnya apa. Kalau ganti vokalis, mungkin bukan The Vines lagi.
Outtathaway, Autumn Shade, Homesick, Get Free, Country Yard, Factory, Mary Jane, Ain't No Room, dan 1969. Ini lagu-lagu enak dari album Highly Envolved yang dirilis tahun 2002.
Ride, Autumn Shade II, Rainfall, Sun Child, hanya ada 4 lagu enak, maksud saya lagu yang saya suka dari total 11 lagu yang ada di album Winning Days yang keluar tahun 2004, saya baru SMA tahun itu. haha
Vision Valley dan Spaceship hanya 2 lagu ini yang saya suka di album Vision Valley dari total 13 lagu yang ada di album yang rilis tahun 2006. Tahun pertama saya kuliah album ini lahir. Entah kenapa hanya 2 lagu itu yang saya suka. Yang jelas, ini 2 lagu, enak!
He's a Rocker dan She Is Gone, hanya dua lagu ini saja yang saya suka dan bagus menurut saya dari album Melodia yang keluar tahun 2008 dari total 14 lagu dalam album itu.
Ada dua album lagi Future Primitive (2011) dan Wicked Nature (2014) yang sedang tidak ingin saya bahas. Hehehe..
Lagu-lagu mereka umumnya enak-enak, cocok dinikmati saat melewati saat-saat emosional. Patah hati misalnya. Misalnya... ditinggal nikah misalnya...misalnya.... Misalnya lho yaaa...misalnya.. Tapi jangan pernah nonton aksi panggung band ini. Vokalisnya nggateli! Aksi panggungnya memang seru, tapi cenderung mengubah lagu-lagu bagus jadi banyak falsnya. Asu kan? si Craig Nicholls kebanyakan mbengok dan pecicilan saat manggung.
Paling tidak, suara kampret vokalis yang bernama lengkap Craig Robert Nicholls dan aksi panggungnya yang brengsek itu masih bisa saya nikmati. Lagu-lagu mereka saya suka, bagus-bagus. Cocok untuk mbengok-mbengok sak enak wudele dewe. Ya, masa saya pakai udelmu sodara? kan tidak enak. Meskipun ada beberapa lagu yang nggak enak babarblas dan saya nggak suka. Itu wajarlah, sudah jadi sunatullah seperti itu. Tidak ada yang sempurna.
Ilustrasi |
Di kantor tempat saya bekerja dulu, hampir semua penghuninya punya hobi yang sama; bercanda, guyon. Tapi bercandaan kami kadang lebih serius daripada urusan ijab-qabul, bahkan lebih radikal daripada ISIS.
Sebagai teman yang baik, sebisa mungkin saya memenuhi permintaan teman. Walaupun itu agak sulit, atau bahkan sulit. Kadang-kadang justru saya yang menawari lebih dulu.
Paling sering, saat-saat jam makan. Biasanya ada satu orang yang keluar membeli makan, yang lain titip.
“aku arep ning ngarep tuku mangan, sopo sing nitip?” (aku mau keluar beli makan, siapa yang mau titip?
“ titip...titip… pecel lele, es teh, es jeruk,” begitulah mereka langsung kemruyuk seperti anak ayam kehilangan induknya.
“Nek titip ki nganggo duit cuuoook jancook.. Ora mung cocot tok”
Lalu teman-teman memberi daftar yang ingin mereka pesan, dan tentu saja uang. Saya catat satu-per satu pesanan titipan mereka. Kadang cuma saya ingat-ingat saja kalau ingat.
Pada suatu shift malam di kantor, seperti biasa saya menggelontorkan pertanyaan “titip”
“sopo titip?”
“ning ndi?” ini merujuk mau membeli makan di warung mana
“ngising” saya jawab sambil nyengir dan ngeloyor ke wc
“yo, dibungkuske yo..?”
“okee”
Setelah selesai berurusan dengan wc, saya keluar menemui teman saya itu sambil membawa kantong plastik dan saya letakkan tepat di mejanya dan tepat berada di depan mukanya. Sambil saya tunjukkan isi kantong kresek itu.
“nyoooh… jare titip. Iki titipanmu, isih anget, fresh from the oven”, kata saya.
“Bajilakkkkk!!! asyuuuuuuu…!! jancooooooookkkkkkk!!”
Teman saya misuh-misuh lalu sekonyong-konyong langsung lari tunggang-langgang melangkahi meja di depannya.
Lha gimana to? Sebagai orang yang ditititi, eh dititipi ya saya cuma menjalankan amanah to. Kok malah dipisuhi. Asu tenan kok.
Karena saya dalah teman yang baik, saya tidak ingin mengecewakan teman saya itu. saat sambil ngeloyor ke wc, saya mengambil sekantong kresek di laci pantri kantor yang jaraknya tak begitu jauh dari wc.
Saat berak itulah saat-saat yang menegangkan. Saya harus mengepaskan posisi pantat saya dengan kantong kresek yang saya gunakan sebagai “kloset”, saya pegang dengan kedua tangan, dan agak saya rapatkan ke bokong. Akhirnya… plukkk. Tai itu jatuh pas di kresek, lalu saya tiriskan. Eh, sisihkan.
Kemudian saya bawa keluar dan saya kasihkan teman saya yang titip tadi itu.
Salah saya di mana kok dipisuhi?.
Setidaknya saya sudah memenuhi titipan dia. Walaupun ora nyangoni duit. Lain kali, nek titip ki nganggo duit cuuuk!
Titipane wes dientukke kok malah dipisuhi. Jancok!
Dulu.. saya punya banyak ide dan impian. Ide-ide dan impian-impian itu saya tuangkan ke dalam sebuah rencana. Rencana yang belum matang. Walaupun belum matang, setidaknya sudah ada rencana apa, bagaimana nanti, dan apa yang akan kita lakukan jika kita jadi bersama. Rencana itu nanti akan kita diskusikan dan kita matangkan berdua. Kita jalankan berdua dengan cara yang aneh dan bahagia.
Kamu wanita penyayang dan disukai banyak orang. Maksudnya disukai, orang-orang menjadi lebih senang jika kamu ada di sekitar mereka. Termasuk aku. Suasana akan jadi berbeda lebih nyaman jika ada kamu di situ. Kamu semacam penyejuk di ruangan kantor yang acnya tidak terlalu dingin itu. Saya juga merasakan demikian,... tapi lebih dari itu. Lebih dari perasaan yang mereka rasakan. Lebih!
rencana terbesar dari rencana-rencana itu adalah kamu! Kamu yang kupanggil "ndut" itu.
Itu dulu... sekarang saya sudah malas... malas mikir!
Saya sudah tidak punya rencana dan impian lagi. Sudah mengalir saja seperti air di selokan mengikuti ke mana arah aliran selokan itu. Ke penampungan penuh lumpur dan lumut pun bodo amat. Ya, kalau bisa ke sungai yang jernih dan banyak ikannya. Saya sudah tidak terlalu peduli lagi. Bahkan untuk soaal cinta saya juga acuh tak acuh. Kekuatiran tetap ada, tapi saya juga tetap bodo amat. Yang saya kuatirkan hanya nanti jika saya terlambat menikah, dan terlambat punya anak. Kasihan anak saya, keturunan saya! Hanya itu.
Sekarang ide-ide dan impian-impian itu sudah runtuh porak poranda. Saya harus mulai membangun dari awal lagi entah dengan siapa.
Dengan "siapa" itu pun sekarang sudah saya "tenderkan". Saya pasrahkan ke "vendor" yang mau menjadi makelar, alias pihak ketiga. Kamu tahulah maksudnya bagaimana. Sekarang prinsip yang saya pakai hanya; "yang penting dia mau, dan saya suka". Hanya itu. Masalah cinta, nanti bisa dikondisikan dan dikompromikan. Kalau perlu, dinegosiasikan juga boleh. Asal, negosiasinya nggak "kebangetan". Hanya soal waktu dan kebiasaan saja. Saya masih percaya pepatah "witing tresna jalaran saka kulina".
Kulinane mbuh kapan... tak entenane sak kulinane lan sak ketemune.💓
Sebenarnya saya sudah lama ngidam naik bus trayek Surabaya – Bandung (PP) ini. Seringnya naik jurusan Yogyakarta arah Surabaya, atau Solo arah Semarang dengan PO (Perusahaan Otobis) yang sama. Sekali-kali ingin menjajal sensasi perjalanan dari arah barat menunggangi bus dengan karakter pelari.
Sugeng Rahayu, merupakan metamorfosis dari Sumber Kencono. Sumber Kencono sekarang dikenal dengan nama Sumber Group yang menaungi Sumber Selamat dan Sugeng Rahayu. Sumber Selamat bermain di kelas ATB, AC tarif biasa atau kelas ekonomi AC.
Sementara itu, Sugeng Rahayu bermain di ATB dan PATAS Cepat. Sudah tidak asing dengan nama-nama bus itu, kan? Mereka masih saudara sepergarasian. Banyak yang mencaci, tapi banyak juga yang memuji. Mengaspal di atas cacian, juga pujian.
Oke, tapi saya sudah bosan membahas soal yang begituan, bosan membahas perihal kecepatan bus pelari ini. Menurut saya, sudah standar kalau bus itu harus cepat. Ngebut dan ugal-ugalan itu relatif dan tergantung perspektif.
Setelah tinggal sebulan di Cirebon, sebenarnya tujuan utamanya langsung pulang ke Yogyakarta. Pikiran berkata lain untuk singgah ke Bandung dulu karena ingat Sugeng Rahayu trayek Bandung-Surabaya.
Pagi hari saat di Bandung, saya menelepon agen yang ada di Terminal Cicaheum untuk cek kursi. Katanya masih banyak yang kosong. “Wah, aman. Bisa dapat hot seat,” batinku.
Pagi hari saat di Bandung, saya menelepon agen yang ada di Terminal Cicaheum untuk cek kursi. Katanya masih banyak yang kosong. “Wah, aman. Bisa dapat hot seat,” batinku.
Bus terakhir dijadwalkan berangkat jam 18:30. Sebelum Magrib jam 17:00, saya sudah tiba di terminal, datang ke agen untuk cek pemesanan. Ketika diperlihatkan denah kursi, ternyata kursinya hampir penuh. Salah saya, saat pagi nelpon agen tidak langsung pesan kursi. Wah, rasido hot seat, alias bangku depan buat nonton live action supir beraksi.
Ya sudah, saya langsung nebus kursi yang masih kosong ini dengan mahar Rp115 ribu plus dapat bukti pemesanan yang nanti ditukar dengan karcis coret kepada kondektur bus. Dapat kursi nomor dua dari belakang, dekat toilet!
Sugeng Rahayu terlambat tiba di terminal Cicaheum. Menurut agen, terlambat karena ada kemacetan di daerah Cibiru soalnya hari itu adalah hari pertama di tahun 2018.
Sugeng Rahayu masuk terminal kurang lebih pukul 19.00. Calon penumpang langsung menggruduk semacam mau rebutan naik. Padahal sudah ada jatah kursi masing-masing. Tapi sayang, yang datang bukan Sugeng Rahayu sesuai ekspektasi. Saya berharap dapat Sugeng Rahayu dengan karoseri bikinan Laksana, Legacy SR 2 HD Prime. Masih penasaran sama body ini.
Sugeng Rahayu yang tiba di terminal menggunakan chassis Hino RK8-R260 (J08E-UF) 260 PS, Diesel 4 Stroke, 6 silinder inline turbocharger intercooler dengan balutan body Jetbus 2+ SHD, bikinan karoseri Adi Putro, dan istimewanya, ini suspensi udara!
Kenapa istimewa? Nanti sodara saya kasih tahu. Eksterior memang tidak bisa dibilang jelek, tapi bagus juga tidak begitu bagus. Double glass pada wind shieldmenjadi tren bus beberapa tahun terakhir. Lampu-lampu LED menghiasi tepi-tepi lampu utama, memberi kesan sangar namun elegan. Body masih terkesan boxy dengan ornamen selendang.
Di kabin terdapat sekat yang memisahkan ruang kru dan penumpang. Di bagian sekat menghadap ke kursi penumpang ada dua buah TV LED ukuran besar.
Setelah naik melewati ruang kru dan melangkah masuk ke kabin penumpang, kesan pertama yang nampak, bagasi kabin mirip seperti bagasi kabin pesawat terbang. Ada pintu penutup bagasi agar barang bawaan tidak jatuh dan temumplakmenimpa penumpang saat bus sedang bermanuver atau sedang melewati aspal yang nggronjal.
Terdapat colokan listrik di dalam bagasi kabin, yang bisa jadi menjadi sebab peperangan antar-penumpang, karena harus gantian menggunakannya. Soalnya tidak di setiap lubang bagasi ada colokan listriknya.
Setelah memastikan kursi, saya memutuskan melihat-lihat sekeliling. Ada toilet kecil di samping kiri saya, hanya terpisah lorong. Toilet ini hanya khusus untuk BAK, alias buang air kecil, dan hanya boleh digunakan saat bus berjalan. Kalau mau BAB, silakan ditahan dulu hingga bus ini berhenti di rest area yang ada di Kebumen. Modyar!
Di bagian paling belakang bus, di belakang toilet, dan di belakang kursi penumpang paling belakang, terdapat tirai, setelah saya buka ternyata di situ ruang untuk istirahat kru (sopir pengganti). Berisi matras agak tebal, dengan beberapa bantal dan selimut tetangga. Karena ini bus AKAP jarak jauh, satu sopir tidak cukup, dan sangat berisiko terhadap keselamatan perjalanan.
Sudah puas celingak-celinguk, akhirnya saya duduk di kursi yang sudah saya beli. Kursi ini nyaman, recleaning seat, sandaran bisa diturunkan, kursinya hampir sesuai dengan postur punggung, jadi tidak terlalu kaku. Lalu, leg room juga luas, tidak bikin khawatir dengkul mlocot karena berbenturan dengan kursi depannya. Sugeng Rahayu juga menyediakan selimut untuk menghadapi dingin yang bikin terlalu sering kebelet pipis.
Pukul 20:00 bus diberangkatkan, ini moment yang saya tunggu-tunggu. Merasakan guncangan Sugeng Rahayu saat di jalan raya. Kalau tidak berguncang, tidak akan tahu bus ini nyaman atau tidak.
Kondektur mulai mengecek bukti pemesanan dan menukarnya dengan karcis coret. Setelah selesai, bliyo membagikan sebotol air mineral kepada masing-masing penumpang. Kondektur selesai dengan tugasnya, kembali ke ruang kru, dan mematikan lampu kabin penumpang. Penerangan menjadi remang-remang. Duh, jadi ingat Bandungan. Ehh…
Selama hampir 2 jam perjalanan, Sugeng Rahayu masih berjalan tersendat dan perlahan karena padatnya kendaraan dan sempitnya jalan. Susah untuk blong-blongan. Setelah lepas Cileunyi, bus baru bisa menunjukkan naluri pelarinya. Sopir sudah mulai memacu bus dengan rpm tinggi. Mesin meraung dan sayup-sayup terdengan suara turbo yang mendesak udara melewati intercooler sebelum masuk ke ruang bakar.
Walaupun saya berada di kursi belakang dekat mesin, suara mesin memang masih terdengar, tapi tidak seberisik PO lain dengan karoseri yang lain pula. Untuk kesenyapan kabin, masih okelah. Hanya saja, saya sempat mencium bau semacam bau terbakar mirip logam yang bergesekan, bisa jadi dari kampas rem, atau kampas kopling. Bau dari luar masih bisa masuk ke dalam kabin.
Saat melahap jalan aspal yang tidak begitu bagus, Sugeng Rahayu masih anteng-anteng saja, tidak gemlodak. Suspensinya menggunakan suspensi udara, ini adalah keistimewaannya.
Kenapa istimewa? Sebenarnya, seri Hino RK8 masih menggunakan suspensi daun/per daun, atau leaf spring sehingga terasa rigid, stiff, dan kurang nyaman kalau memakai suspensi aslinya. Suspensi udara ini hasil ubahan yang dilakukan oleh pihak karoseri, tentu saja menyesuaikan dengan keinginan pemesannya.
Kenapa istimewa? Sebenarnya, seri Hino RK8 masih menggunakan suspensi daun/per daun, atau leaf spring sehingga terasa rigid, stiff, dan kurang nyaman kalau memakai suspensi aslinya. Suspensi udara ini hasil ubahan yang dilakukan oleh pihak karoseri, tentu saja menyesuaikan dengan keinginan pemesannya.
Hino, yang sudah menggunakan suspensi udara asli bawaan pabrik adalah seri RN-285 dan RM-380. Beberapa sopir yang mengemudikan Hino RN mengaku tarikannya lemot dan akselerasinya tidak begitu bagus. Untuk seri RM, saya belum tahu pengakuannya, belum pernah njajal. Sugeng Rahayu melakukan tindakan yang pas, mengombinasikan kekuatan RK8 dengan kenyamanan suspensi udara.
Selama dalam perjalanan dengan Sugeng Rahayu, masalah yang timbul sebenarnya masalah sederhana tapi bisa bikin basah.
Bagaiman tidak, setiap penumpang yang ke toilet ada dua masalah yang dihadapi. Pertama, banyak penumpang yang kesulitan membuka pintu toilet. Tuas pembukanya sebenarnya mudah, cukup diputar dan pintu akan terbuka. Namun, karena saat bus berjalan, penerangan remang-remang menjadi kendala saat harus membaca petunjuk manual membuka pintu toilet. Terpaksa saya menjadi “kondektur khusus pintu toilet”, bukain pintu toilet untuk penumpang.
Kedua, lampu toilet. Hampir semua penumpang yang ke toilet mengeluh gelap, termasuk saya. Berkali-kali saya mencari saklar lampu, saya gerayangi bagian dalam toilet tapi tidak ketemu. Di bagian luar dekat pintu toilet juga tidak ketemu. Masa iya lampunya rusak.
Saat kondektur mengecek penumpang hingga ke bagian belakang, saat itulah saya beranikan diri bertanya:
“Pak, lampu toilete mati, tah?”
“Nggak mas, ini lho saklarnya”. Sang Kondektur membuka pintu toilet sambil memutar tuas pada posisi “kunci”.
“Pak, lampu toilete mati, tah?”
“Nggak mas, ini lho saklarnya”. Sang Kondektur membuka pintu toilet sambil memutar tuas pada posisi “kunci”.
“Gini lho mas, kalau sudah masuk, trus pintunya dikunci, tuasnya tarik ke atas gini untuk ngunci. Nanti lampunya otomatis nyala”. Saya cuma bisa bengong lalu mengucapkan terima kasih.
Untuk sodara-sodara yang menggunakan bus dengan fasilitas macem-macem, tidak ada salahnya untuk celingak-celinguk dulu dengan keadaan sekitar. Agar supaya perjalanan menjadi lebih nyaman. Nyaman karena sodara tahu apa yang harus sodara lakukan dengan fasilitasi itu. Jangan malu untuk bertanya kepada kru.
Kesimpulannya, bus ini enak, nyaman dengan suspensi udaranya, dapat pengalaman akselerasi dan kencang dengan RK8-nya. Leg room jembar, kursi sesuai postur punggung, tidak gampang pegel.
Bandung menuju Yogyakarta cukup bayar karcis coret seharga Rp115 ribu belum termasuk servis makan. Relatif murah jika melihat fasilitas yang lumayan, meskipun belum mewah.
Sebenarnya ada servis makan, dan itu opsional. Kondektur akan menawari apakah mau makan atau tidak. Tambahan biaya makan Rp15 ribu saja.
Yang tidak enak dari bus ini adalah bau gosong kampas rem atau kampas kopling yang masuk ke kabin. Sosialisai soal pintu toilet seharusnya dilakukan kru sebelum bus berangkat agar tidak terjadi “bencana banjir di sekitar paha” dan tragedi njempalik di toilet kecil nan sempit itu.
Lain kali saya mau njajal pelari pantura kelompok Muriaan.
Setelah sekian lama belajar menulis, belum lama ini tulisan saya dimuat di situs mojok.co. dengan judul " Catatan Perjalanan Naik Bus Sugeng Rahayu Dari Bandung Menuju Yogyakarta"
Tulisan ini adalah tulisan pertama saya yang berhasil dimuat/ditayangkan oleh media.
sumber: mojok.co
Isuzu ELF NRL Mikrobus |
Isuzu Elf NRL Ini adalah generasi terbaru Isuzu Elf, berbody Adi Putro. Bentuk muka depannya lebih menarik jika dibandingkan dengan Colt Diesel Fuso Canternya Mitsubishi. Jika sudah berbalut “baju” begini, gagahnya sama.
Isuzu Elf sekarang pelan-pelan sudah mulai merebut hati para pengguna Mitsubishi Colt Diesel Fuso Canter. Isuzu Elf “katanya” lebih irit.
Entah kenapa saya begitu terobsesi dengan mobil-mobil seperti ini. Ada kesenangan dan kebahagiaan tersendiri saat mengemudikan mobil berjenis ini. Bahkan, memandangnyaa di jalan saja sudah membuat saya senang. Bermesin diesel, boxy, mampu memuat banyak orang merupakan ciri khas mobil minibus, atau kalau yang ini disebut mikrobus.
Yang paling menyenangkan adalah sensasi saat mengendari mobil diesel. Torsi yang bisa didapat di putaran bawah, bisa “dikasarin”, ada exhaust brake (untuk tipe dan jenis tertentu) yang berguna melambatkan mobil agar tidak latah dan keseringan menginjak rem. Selain itu, view saat mengemudi mobil ini lebih luas dan lebar.
Beberapa kali saya pernah mencoba mengemudikan truk Mitsubishi Colt Diesel Fuso Canter, dan itu rasanya sungguh luar biasa. Menyenangkan! ada kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan. Merasakan sensasinya, akselerasinya, dan pengalaman mengemudi yang luar biasa.
Saya tidak tahu jika saya adalah seorang pengemudi truk profesional, maka mungkin saya akan memiliki pendapat lain tentang “senang” dalam mengemudikan kendaraan besar bermesin diesel ini.
Mesin diesel seperti ada dalam jiwa saya. Apalagi yang pakai turbo, pasti lebih renyah!
Sebagai laki-laki, aku kurang romantis bagaimana?
Kuda besi matikmu, yang waktu kupinjam terasa geal-geol saat kukendarai terutama ketika mengerem agar berhenti, kubawa ke bengkel untuk dipijati. Diperbaiki agar nyaman dan aman saat kau kendarai. Tanpa kau minta, atau menunggumu celaka.
Kau menghabiskan waktumu hampir setengah malam hanya ingin bersamaku, menemaniku bekerja. Tengah malam usai kerja, aku sedikit memaksa mengantarmu pulang walau harus jalan melintang ke utara lalu kembali ke selatan. Memastikan kau pulang dengan selamat di rumah yang kau sewa itu. Aku tidak tega kau pulang ditengah malam sendirian.
Aku selalu mengajakmu makan ke tempat-tempat sederhana. Memesan banyak porsi agar bisa kita habiskan berdua. Ya, berdua. Mau mengeluarkan uang berapapun, selama di tempat makan tradisional aku tidak keberatan. Karena di situ ada cerita yang pasti berbeda di tiap tempat makan yang kita singgahi. Ada cita rasa yang berbeda pula di tempat-tempat itu. Tidak ada cerita dan citar rasa berbeda jika aku mengajakmu ke tempat makan waralaba.
Ingat saat kau menginginkan boneka monyet itu? Di suatu siang aku mengajakmu keluar mencari boneka keinginanmu itu. Sayangnya di hari itu kita belum menemukannya. Setelah itu aku masih berusaha menemukan boneka itu untukmu, menyisihkan sebagian uang untuk itu, namun gagal karena tergeser oleh cicilan. Hingga akhirnya kau memberikan boneka monyetmu untukku, yang justru menjadi kenang-kenangan untukku. Kenang-kenangan yang menyakitkan tentunya.
Waktu aku menjadi sopir yang kau sewa untuk liburanmu beserta keluargamu, kau pasti ingat. Memasuki Wonosobo sudah hujan lebat. Lalu kita tiba di telaga warna Dieng, di sana gerimis. Tetesan-tetesan air di atmosfer membelokkan cahaya matahari yang membias berpindah dari satu medium ke medium lainnya, hingga terciptalah pelangi. Warna-warni.
Aku beranjak naik menuju atas bukit yang kalau tidak salah bernama bukit Pengilon. Aku tidak sampai puncak. Aku hanya ingin sedikit menyingkir darimu, meluapkan kesedihan seorang pria yang pasti tidak akan pernah kaurasakan. Bersama rintik hujan, pelangi, jalan setapak dan semak-semak pepohonan, aku menitikkan air mata. Aku ingin berteriak tapi takut ketahuan olehmu kalau aku sedang tertekan. Jadi aku urungkan niatku untuk berteriak. Itu pelangi yang bisa kita lihat sama-sama tapi tak bersama.
Lalu aku turun. Memasang wajah seperti tak terjadi apa-apa, dan berbicara over percaya diri hanya untuk menutupi rasa pedih hati. Air mataku dilindungi air hujan, seakan tahu aku berusaha menutupi kesedihanku karena kau akan meninggalkanku dan memilih menikah dengan pria itu. Pria yang “yakin dan nggak yakin” menurutmu.
Dalam perjalan pulang, kau lebih banyak berbicara. Menanyaiku hal apa saja yang menurutku itu tidak terlalu penting. Obrolan kita lebih mirip obrolan tidak berguna yang sepertinya hanya untuk mengisi kekosongan. Kauingin membuat perjalanan ini tidak sunyi senyap, menghindarkan aku dari kantuk saat mengemudi, atau sekedar basa-basi yang berusaha menghiburku karena kau tahu hatiku pasti hancur? Hingga akhirnya adikmu Zeny muntah-muntah karena mabuk darat di sekitar Salaman, Magelang.
Esoknya kau ke tempatku dengan membawa boneka monyet yang kausebut Momo itu. Dengan senyum khasmu, yang pada hari itu aku tidak bisa menerka seperti biasanya. Senyummu seperti senyum bahagia karena sudah menghancurkan hatiku atau bagaimana? Senyummu yang aku tahu adalah senyum bahagia saat menatapku dari balik kaca kantor yang mirip akuarium itu.
Oiya, aku ingat tragedi mie ongklok saat di rumah teman ayahmu! Sebelum makanan itu datang, aku sudah bergunjing soal itu kepada adikmu dan pacar adikmu. “Ini nanti, mbakmu pasti mengatakan kalau mie ongklok ini rasanya aneh”. Benar saja, suapan pertama kau sudah menunjukkan ekspresi ketidaksukaanmu, dengan senyum yang membuat wajahmu jadi bulat, tulang pipimu jadi tampak membesar, dan kedipan-kedipan matamu yang tak beraturan karena merasa aneh dengan cita rasa mie ongklok.
“Itu…. benar kan? apa kataku tadi.” Begitu pernyataan yang aku lontarkan di “forum” mie ongklok itu. Aku seperti lebih mengetahui dirimu daripada dirimu sendiri.
Sampai saat ini, aku masih bertanya sebenarnya sebagai laki-laki, aku kurang romantis bagaimana di matamu?
Sebelum aku kausewa menjadi sopir yang mengantarmu ke Wonosobo, kira-kira sebulan sebelumnya kau ke tempatku. Kita berbica panjang lebar soal kau yang akan menikah. Lebih tepatnya kita berdebat dan beradu argumen.
Alasanmu menerima pinangannya hanya karena “dia mau main ke rumahmu.” Sedangkan aku kauanggap pria pengecut yang tak berani main ke rumahmu. Aku tersenyum sinis saat kaubulang begitu. Oiya, itu bukan sebulan sebelumnya, tapi kira-kira di bulan Januari atau februari 2017.
Aku bilang padamu; bukan aku tak berani main ke rumahmu. Kalau hanya sekedar main, aku lah iso. Tapi aku ingin main ke rumahmu dengan mengajak om-om dan bulik-bulikku. Kenapa tidak orang tuaku?
Di bulan desember 2016 aku sudah punya rencana di awal tahun 2017 nanti, di bulan Januari, aku ingin mengajak mereka ke rumahmu, melamarmu. Aku memang sengaja tidak pernah memberitahumu, bahkan memberikan kode-kode jika aku ingin melamarmu pun tidak. Untuk wanita yang aku cintai, aku bahkan tidak sanggup untuk mengucapkan sepatah kata pun yang berunsur “aku mencintaimu”. Aku hanya mampu bersikap hiperaktif dan kekanak-kanakan saat berada di sekitarmu. Jika kauingin tahu takaran rasa cintaku padamu, kaubisa merasakan itu saat bertemu ibumu. Tahu betapa bahagianya kan? Kau wanita kedua yang kucintai setelah ibuku.
Saat itu kondisi kesehatan ibuku sedang tidak bagus. Rencanaku adalah mengajak om dan bulikku. Om dan bulikku adalah orang-orang yang mewakili orang tuaku. Alih-alih aku yang memberi kejutan padamu, aku yang terkejut karena kau menerima lamaran orang itu. Jika kau memang mencintaiku, seharusnya kautanyakan padaku lebih dulu perihal lamaran itu. Setidaknya kau memberitahuku. “Mas, aku dilamar orang. Kamu gimana?”, paling tidak ada ucapan seperti itu yang aku harapkan. Kau hanya menanyaiku melalu aplikasi BBM dengan kalimat seperti anak SMP yang sedang pacaran “mas, kamu sayang nggak sih sama aku?”, dengan sekenanya aku jawab chat BBMmu “enggak”, hahaha. Aku anggap itu adalah pertanyaan lelucon yang tidak lucu tapi bisa membuatku tertawa
Aku tidak sayang padamu, tetapi lebih dari itu. Aku mencintaimu dengan penuh rasa sayang. Meskipun aku sering “ngosek” kepalamu yang benjol-benjol bawaan lahir itu. Jika itu adalah pertanyaan yang menurutmu serius, lebih elok jika kau bertanya padaku langsung dengan bertatap muka. Bukan melalui BBM!
Dalam posisi ini, aku juga salah. Sekarang kita hanya bisa menikmati penyesalan-penyesalan yang entah kapan penyesalan ini sudah tak terasa lagi.
Sebagai laki-laki, aku ini kurang romantis bagaimana?
Sumber Selamat |
Sumber Selamat, saya naik dari terminal Giwangan Yogyakarta
dengan tujuan Mojokerto. Berangkat hanya berisi lima orang. Tiga orang kru;
sopir, kernet, dan kondektur. Sisanya dua orang adalah penumpang, saya salah
satunya. Saya duduk di baris depan,
persis di belakang sopir.
" wes budhal ae, ngkok ndek solo ae cek rodok suwe lerene".
Begitu kata si Sopir sambil mengendalikan laju bus keluar dari terminal Giwangan.
" wes budhal ae, ngkok ndek solo ae cek rodok suwe lerene".
Begitu kata si Sopir sambil mengendalikan laju bus keluar dari terminal Giwangan.
Tiba di Solo 02:45, dini hari
Bus ini masih menunggu antrian mengisi penumpang. Berbaris rapi seperti upacara bendera di
senin pagi. Terminal Tirtonadi dinihari
sudah ramai oleh calon penumpang. Bus-bus Hino AK meraung-raung menandakan mereka sudah siap melaju, mengaspal, dan berlari mengangkut penumpang. Bukan mengejar setoran.
Si Sopir masuk ruang kemudi melalui pintu sisi kanan depan bus.
Menatap ke arah jejeran bangku penumpang, lalu duduk di kursi pengemudi. Dia lalu meletakkan handuk yang
sedari tadi mengalungi lehernya di dashboard persis di depannya. Menutupi speedometer. Kemudian
mengambil kain lap di bagian lain dashboard, lalu mengelap kemudi dengan pola
melingkar. Setelah dirasa bersih dan kesat dia
melemparkan lap tadi ke depan, persis antara kaca depan dan dashboard.
Dia melihat spion kiri, lalu kanan. Sambil sesekali
membleyer dan membunyikan klakson yang keras itu sebanyak dua kali, pendek-pendek,
tanda bus akan dia berangkatkan. Kondektur naik lewat pintu belakang, kernet
masih di bawah memastikan kondektur sudah naik, sementara dia masih di bawah. Sopir lalu
memasukkan gigi mundur. Tuas persnelingnya panjang. Perlahan bus itu mundur,
sopir melihat spion kiri dan kanan memastikan tidak ada yang menghalangi
jalannya ketika mundur, dibantu kernet yang memberi aba-aba. Kernet naik.
Sopir mengoper gigi maju, sudah melepas kopling setengah, kernet berteriak:
“melok melok, enek sing melok”.
Seketika sopir menginjak kopling dan rem, bus berhenti. Kernet turun. Sopir menetralkan posisi gigi dengan kaki kanan masih menginjak rem.
“melok melok, enek sing melok”.
Seketika sopir menginjak kopling dan rem, bus berhenti. Kernet turun. Sopir menetralkan posisi gigi dengan kaki kanan masih menginjak rem.
Tampak bapak bapak tergopoh-gopoh menggendong anak kecil
seusia 3 tahunan mendekat menuju pintu depan bus. Antara jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya
masih menjepit sebatang rokok yang sisa separuh. Tangan kirinya membopong anak
laki-lakinya, punggungnya menggendong tas ransel warna hitam berukuran sedang.
Anak laki-lakinya tampak murung saat sudah berada di depan pintu
bus. Dia menunduk semacam tidak setuju dengan pilihan bapaknya naik bus itu. Kernet
menunggu di belakang bapak calon penumpang itu.
Bapak itu, mengarahkan tangan kanannya yang antara jari telunjuk dan jari tengah masih menjepit sebatang
rokok, membujuk anaknya yang masih tertunduk dalam gendongan lengan tangan kirinya.
“numpak iki ya?” begitu tanya bapak itu kepada anak laki-lakinya.
pertanyaan itu dijawab gelengan kepala
sambil tertunduk oleh anak laki-lakinya.
Si Sopir dengan tangan kiri masih menggenggam persneling
yang sudah dalam posisi siap mengoper gigi maju, tangan kanan masih menggenggam stir, kaki
kanan menginjak rem, kaki kiri bersiap menginjak kopling, melihat kearah bapak itu yang masih membujuk
anaknya.
“tumpakno sing kae wae pak. Sing apik, sing ono Acne." Kepalanya mmenoleh menunjuk ke arah kanan jendela bus, yang di sana terparkir bus ac tarif biasa menunggu jatah jalan dan penumpang setelah bus ini. "Mesakno anake sampean nek numpak iki." Lanjut si Sopir.
Si Sopir dengan logat jawa timuran, yang melihat kejadian negosiasi yang tak membuahkan hasil itu. Sopir tidak memedulikan “uang” yang seharusnya dia dapat dari penumpang ini. Dia lebih mementingkan perasaan anak kecil dalam gendongan bapaknya. Dia laki-laki, dia juga ayah untuk anaknya. Dia paham betul perasaan anak laki-laki itu dari raut wajahnya. Ada perasaan kecewa dan tidak suka.
Jika saya adalah anak kecil itu, maka saya tentu akan kecewa jika
diajak bapak saya naik bus yang menurut saya jelek. Tidak menarik. Saya lebih
suka dengan bus yang rapat, tidak ada jendela tempat masuknya angin saat bus
melaju. Bus dengan ac yang dingin.
Bapak itu tidak jadi naik, dia memundurkan langkahnya.
Kernet naik, sopir pun menginjak kopling, memasukkan gigi maju, entah gigi
berapa saya tidak tahu. Sepertinya gigi dua. Melepas kopling perlahan sembari
menginjak gas perlahan hingga dalam. Sopir dan bus melaju meninggalkan Bapak
itu. Mendekati pintu keluar Terminal tirtonadi, supir menghidupkan exhaust brake untuk melambatkan laju bus.
Bus keluar terminal
Bus keluar terminal
Pada akhirnya Bapak itu mengalah kepada anak laki-lakinya. Memberikan
rasa nyaman seperti dalam benak anaknya, mengorbankan rasa nyaman dirinya
sendiri karena tidak bias merokok.
Bus semakin jauh meninggalkan terminal Tirtonadi.. juga
bapak dan anak laki-lakinya itu.